Menghafal Al-Qur’an merupakan aktifitas yang tidak mudah, apalagi menjaga hafalan. Mahasantri yakni mahasiswa yang menempuh pendidikan universitas dan mengenyam pendidikan pesantren. Keinginan kuat mahasantri dalam menghafal al-qur’an lahir dari dorongan dalam diri. Beberapa mahasiswa ingin kuliah sambil mengahafal al-Qur’an, begitupun sekadar masuk pesantren mahasantri hanya ingin menjaga hafalannya, karena sebelumnya sudah mempunyai hafalan al-Qur’an. Bahkan ada yang belum bisa membaca al-Qur’an ingin mengenal dan mempelajari al-Qur’an lebih dalam lagi, dan banyak alasan lain lagi.
Di tahun 2010 BNN (Badan Narkotika Nasional) melakukan survei penyalahgunaan narkoba di lingkungan mahasiswa sebanyak 4,7 persen artinya 921.000, hubungan seks pranikah, pemerkosaan, prostitusi, aborsi, hal ini akibat dari kemerosotan akhlak yang semakin jauh dengan al-Qur’an. Realita hari ini penyakit futur menjadi salah satu penyakit mahasiswa muslim menjauh dari Al Qur’an. Sedikit sekali dari mereka yang mencoba berinteraksi dengan Al Qur’an dengan cara menghafalnya dan mengamalkannya. Maka ada pepatah Islam ‘’Sesungguhnya di genggaman tangan seorang pemuda terdapat urusan umat, begitulah kata pepatah Islam. Islam mengajarkan bahwa segala problematika masyarakat merupakan tanggung jawab dan amanah yang dibebankan kepada pemuda’’.
Mahasantri sering kali dibenturkan dengan kegiatan kampus, baik yang sifatnya internal dan eksternal. Pengaruh-pengaruh pemahaman pergerakan, pengetahuan barat bisa menjadi faktor asbabun nuzul dari lahirnya sifat futur. Menurut Ar-Raghib dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an (hlm. 731), Futur artinya putus setelah tersambung, lembut setelah keras, dan lemah setelah kuat. Senada dengan Ar-Raghib, Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arab menulis, “Seseorang telah futur; putus setelah tersambung dan lembut setelah keras”. (Lisanul Arab, Bab fatara). Sementara dalam Kitab Afatun ‘alat Thariq (1/19) dijelaskan bahwa futur adalah malas, lambat, dan santai setelah bersungguh-sungguh, rajin, dan bersemangat. Dari ta’rif (pengertian) di atas dapat disimpulkan bahwa futur adalah lemah setelah bersemangat, terputus setelah kontiniu, dan malas setelah rajin dan bersungguh-sungguh.
Penyakit futur terkadang menimpa mahasantri penghafal Al-Qur’an. Jika terserang penyakit ini seseorang menjadi lemah, lamban, dan malas setelah sebelumnya semangat, rajin, dan bersungguh-sungguh. Bahkan pada tingkat yang paling parah seseorang terputus sama sekali dari suatu amal ibadah dan da’wah. Mahasiswa indentik dengan kebebasan dalam bergaul, kalau tidak mempunyai pondasi kuat dalam akidah dan mengahafal Al-Qur’an itu juga menjadi bahaya. Diantara penyakit futur mahasantri:
Pertama, Melakukan Perbuatan Dosa dan Maksiat. Perbuatan dosa dan maksiat yang dimaksud di sini adalah dosa dan maksiat yang dilakukan secara terus menerus tanpa disadari dan disertai sikap meremehkan dosa dan maksiat tersebut. Seperti pacaran di kampus, dosa dan maksiat yang dilakukan secara sadar dan sengaja tanpa persaan bersalah sama sekali akan berlanjut pada sikap mujaharah (melakukan dosa secara terang-terangan). “Setiap ummatku (berpeluang) untuk diampuni, kecuali orang-orang yang melakukan dosa secara terang-terangan”, kata Rasulullah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.’’
Kedua, Sibuk dengan Urusan Dunia Serta Melalaikan Ibadah, Thalabul ‘Ilmi, dan Da’wah. Dunia memang menggoda dan menggiurkan, apalagi dunia kampus. Sedikit orang yang selamat dari perangkapnya. Sehingga kadang kita temukan seseorang yang dulunya terkenal sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan berda’wah. Namun setelah menggeluti dunia kampus dan sibuk dengannya, ia makin larut sehingga ia berubah. Hatinya tergantung pada dunia untuk mencari kerja. Semangat, kesibukan, dan obsesinya hanya untuk dunia. Lambat laun ia mulai meninggalkan aktivitas thalabul ilmi dan da’wah.
Mas Arif (Santri Pondok Mahasiswa Azzakiyyah)