ISLAM menaruh perhatian besar terhadap hubungan antar tetangga, karena positif atau negatif akan dirasakan bersama. Sesuatu yang bermanfaat bagi seorang tetangga atau yang menjauhkan bahaya darinya, juga akan dirasakan yang lain. Selain itu, seseorang bisa jadi lebih sering bertemu tetangga ketimbang saudara atau kerabatnya sendiri. Bersikap baik kepada tetangga merupakan suatu keniscayaan, baik di tengah masyarakat maju atau berkembang. Manusia itu terpola oleh lingkungannya. Banyak orang keliru mengisolasikan diri dari tetangganya, tidak mau bekerja sama untuk berbuat kebaikan dan mengusir kerusakan.
Bersikap baik kepada tetangga membutuhkan pertimbangan positif yang mendatangkan manfaat bagi mereka, juga pertimbangan negatif supaya tidak menyakiti dan merugikan mereka. Bahkan, seseorang harus mengingatkan tetangga dengan kebaikan dan melindungi nama baiknya. Yang kita lihat di zaman sekarang sangatlah berbeda. Hubungan bertetangga merenggang. Permusuhan dan konflik bergejolak, saling kecam dan saling hina. Hal ini dilarang dalam Islam dan bertentangan dengan arahan dari Al-Quran dan pesan-pesan Nabi Muhammad Saw.
Allah Swt. berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS Al-Nisa’ [4]: 36).
Allah Swt. memerintahkan kita bersikap baik kepada tetangga, seperti bersikap baik kepada orangtua. Yang termasuk kategori tetangga di sini ada tiga tingkatan, yaitu: al-jari dzi al-qurbà (tetangga yang masih kerabat), yaitu yang tempat tinggalnya berdempetan. Dialah tetangga paling dekat. Kemudian al-järi al-junub, yaitu kerabat yang jauh tempat tinggalnya di lingkungan tetangga, seperti sebuah bangunan besar yang memiliki beberapa lantai yang saling berdekatan. Ketiga, as-sbahib bi al-janbi, yaitu kawan setia yang selalu menemani, baik ketika di rumah atau bepergian.
Nabi Muhammad Saw. menegaskan kewajiban berbuat baik kepada tetangga. Bahkan, tetangga seolah-olah sama seperti kerabat yang memberikan warisan. Beliau bersabda dalam hadis muttafaq ‘alaih yang diriwayatkan Ibnu Umar dan Aisyah ra., “Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat baik dengan tetangga sehingga aku menyangka bahwa tetangga akan berhak mendapatkan warisan.”
Berbuat baik kepada tetangga bisa berhubungan dengan sesuatu yang positif, bisa juga dengan yang negatif. Yang positif seperti memberikan atau tukar menukar hadiah, sebagaimana disebutkan dalam hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai wanita muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan tetangga yang lain, kendati hanya dengan kuku kambing.” Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Dzarr r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Abu Dzarr, kalau kamu memasak sayur maka perbanyaklah kuahnya. Kemudian perhatikanlah tetanggamu.” Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a. berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya dua orang tetangga. Siapakah yang harus lebih kudahulukan untuk diberi hadiah?” Beliau menjawab, “Yang lebih dekat pintunya darimu.”
Salah satu manifestasi perbuatan baik yang berhubungan dengan hal positif adalah kerja sama untuk memenuhi hak perkawanan, seperti bersandar pada dinding tetangga atau menancapkan sepotong kayu di dindingnya. Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Janganlah seorang di antara kamu melarang tetangganya menancapkan kayu di dindingnya.” Kemudian Abu Hurairah ra. mengatakan, “Aku tidak melihat kalian itu sebagai orang yang berpaling (dari Sunnah). Demi Allah, aku akan melemparkannya ke pundak kalian.”
Manifestasi positif yang lain adalah menghormati tetangga, baik dalam tutur kata maupun perbuatan, baik ketika berbicara maupun bergaul, baik ketika makan maupun minum. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Syuraih Al-Khura’i r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Siapa saja beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berbuat baik kepada tetangganya. Siapa saja beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tetangganya. Siapa saja beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atan diam.”
Sementara dalam redaksi hadis muttafaq ‘alaih lainnya yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a. berbunyi: “Siapa saja beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklab ia tidak menyakiti tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bendaklah ia mengucapkan yang baik atau diam. Berbuat baik kepada tetangga merupakan salah satu pertemanan yang baik, yang bakal mendatangkan pahala cukup banyak. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis basan dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik kawan di sisi Allah Swt. ialah yang paling bermanfaat bagi kawannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah Swt. adalah yang paling baik kepada tetangganya.”
Contoh perbuatan baik kepada tetangga yang berhubungan dengan hal negatif banyak sekali, antara lain mencegah tindakan yang merugikan, jahat, dan merusak. Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Mereka bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?”Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.” Sementara dalam riwayat Imam Muslim berbunyi: “Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.”
Hal ini menunjukkan bahwa menyakiti tetangga akan menyebabkan siksa api neraka. Sementara itu, menundukkan pandangan dari tetangga wanita, menjaga kehormatan dan martabat mereka, menjauhkan bahaya dari mereka, dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, termasuk salah satu akhlak Islam untuk mempererat hubungan antartetangga, membentengi dari berbagai kerusakan, dan bahkan mengembangkan hubungan tersebut menjadi lebih berguna dan lebih langgeng. Semua ini adalah cerminan dari akhlak Islam. Tidak kalah penting, menjaga keluarga, kehormatan, harta, rumah, dan dan anak-anak tetangga ketika tidak ada di tempat, terutama ketika tetangga sedang pergi dan berjihad.
Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
(DM)