SETIAP orang dewasa perlu diingatkan, sedangkan yang masih kecil perlu dididik. Pendidikan rumah tangga dalam Islam meliputi kecintaan kepada Allah Swt., agama, Al-Quran, ibadah, Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya. Berbekal agama yang kuat, kelak si anak, laki-laki atau perempuan, akan hidup bermanfaat. Ia akan dibentengi akhlak terpuji dan moral yang tinggi sehingga mampu melaksanakan perintah Tuhannya dengan mencari keutamaan, yang halal, melaksanakan kewajiban, serta menjauhi perbuatan dosa dan maksiat, juga yang haram dan sesat.
Pada akhirnya, orangtua akan merasa bahagia karena membuahkan anak yang saleh dan keturunan yang baik, serta keluarga dan istri yang baik pula. Sebaliknya, orangtua akan merasa tersiksa dan akan dihisab nanti karena memberikan pendidikan yang buruk. Rumah tangga yang saleh akan menjadi sumber kebaikan dan masa depan yang cerah. Adapun rumah tangga yang rusak akan menjadi sumber keburukan dan kehancuran, penelantaran umat, dan keruntuhan masyarakat.
Prinsip-prinsip pendidikan rumah tangga dimulai dengan cinta ibadah dan takut api neraka. Allah Swt. berfirman, Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (QS Thâhâ [20]: 132).
Allah Swt. berfirman, Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api (QS Al-Tahrim [66]: 6).
Hal ini karena ibadah merupakan komunikasi antara hamba dan Tuhannya, cara mendapatkan hidayah Allah Swt., bentuk pelatihan praktis untuk taat dan istiqamah kepada Nya. Istiqamah adalah dasar kesuksesan setiap perbuatan. Ibadah praktis berarti melatih diri untuk beretika dan bermoral, karena Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya shalat itu mencegab dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) (QS Al-‘Ankabut [29]: 45). Shalat merupakan cahaya orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Adapun puasa juga demikian, karena di dalamnya mengandung kebaikan dan sikap takwa. Allah Swt. berfirman, Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al-Baqarah [2]: 183).
Anak-anak perlu dilatih menjadi dermawan. Caranya, dengan bersedekah kepada orang orang yang membutuhkan, mencintai fakir dan miskin, serta membantu orang yang sengsara dan kesusahan. Hal itu dapat diketahui dengan sikap memuji pelaksanaan zakat, sedekah dan perbuatan baik, serta dengan menumbuhkan rasa kasih sayang semenjak kecil. Allah Swt. berfirman, Ambillah zakat dari sebagian barta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka (QS Al-Taubah [9]: 103).
Adapun cara bergaul yang baik dan tepat dengan masyarakat adalah dengan memahami bahasa dialog dan ucapan, etika berbicara, dan kerja sama kelompok. Semua itu diketahui, misalnya, dengan menjelaskan tentang manfaat haji dan perjalanan menunaikan ibadah di tanah suci Makkah dan berbagai ritual lainnya. Allah Swt. berfirman, Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (QS Al-Hajj [22]: 32).
Mari ka lihat pesan-pesan Rasulullah Saw. berkenaan dengan pendidikan rumah tangga, seperti menghindarkan anak dari sesuatu yang haram dan makan sesuatu yang dilarang. Sebuah hadis muttafaq ‘alaih diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Hasan bin Ali r.a. mengambil sebutir kurma sedekah. Ketika ia ingin memasukkan ke mulutnya, Rasulullah Saw. bersabda, Jangan, jangan, buanglah itu. Aku-keluarga nabi-tidak memakan sedekah.” Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya sedekah tidak dibalalkan bagi kami.”
Salah satu pesan tersebut adalah membaca bismillah ketika hendak makan atau minum makan dengan tangan kanan makan dari sisi mangkuk, bukan dari ujungnya. Diriwayatkan dari Abu Hafsh bin Abi Salamah, anak asuh Rasulullah Saw., berkata, “Saat masih kecil, aku diasuh beliau. Saat itu, tanganku meraba ke sana kemari di sisi mangkuk. Beliau bersabda, “Wahai anak kecil, ucapkanlah basmalah makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang dekat darimu, karena itulah kebiasaanku.”
Seorang anak diperintah mendirikan shalat di usia tujuh tahun. Imam Abu Daud meriwayatkan dengan sanad basan dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Perintahkan anakmu untuk shalat saat usia tujuh tahun. Pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) saat usia sepuluh tahun, dan pisabkanlah tempat tidur mereka,” Imam Abu Daud dan Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis baran yang berbunyi: “Ajarkan anak kecil untuk shalat saat usia tujub tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkannya) saat berusia sepuluh tahun.”
Tanggung jawab memerintahkan kewajiban dan melarang hal-hal yang diharamkan berbeda dan memerlukan kerja sama. Yang memerintahkan harus selalu mengingatkan, dan yang diperintahkan memegang amanah untuk menjalankan. Peringatan harus dilakukan berulang tanpa putus. Kedua orangtua sama-sama bertanggung jawab sesuai spesifikasi masing masing. Mereka sama-sama memberikan nasihat terhadap yang diawasi, kalau perlu ditegur keras jika melalaikan kewajiban. Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Ibnu Umar ra. berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian semua adalah pemimpin. Kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin di rumah keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin atas rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pembantu adalah pemimpin atas harta majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Jadi, kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.”
Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
(DM)