Sekitar tiga sampai empat tahun yang lalu merupakan masa–masa sulit dan momen perjuangan yang mungkin tidak akan pernah saya lupakan. Bagaimana tidak, saat itu saya menghadapi berbagai ujian di sekolah yang kemudian dihadapkan juga pada pilihan menentukan arah hidup saya apakah lanjut kuliah atau memilih jalan yang lain. Beragam penolakan dari kampus–kampus ternama pernah saya rasakan sampai pada titik dimana saya merasa banyak yang perlu dievaluasi dari aspek ruhiyah dan salah satu yang saya pikirkan saat itu adalah untuk masuk pesantren. Namun, orang tua tetap memberikan semangat dan menyarankan saya untuk tetap berjuang dan lanjut di perguruan tinggi sesuai minat saya di bidang keteknikan.
Singkat cerita, alhamdulillah saya kemudian diterima di Teknik Mesin UGM dan menjadi seorang pembelajar perantau yang berkuliah di Yogyakarta. Selama lebih dari tiga tahun berkuliah di kota pelajar, keinginan saya untuk mondok selalu muncul di pikiran saya hingga kemudian saya bertemu dan berdinamika di Rumah Kepemimpinan selama dua tahun. Setelah itu, tanpa disangka dan direncanakan saya dipertemukan dengan tempat singgah baru yang bisa saya katakan sebagai pesantren model kini sekaligus kawah candradimuka yang saya azamkan sejak dulu, yakni pondok pesantren yang bernama Pondok Mahasiswa Azzakiyyah.
Menjadi seorang santri mahasiswa merupakan hal yang baru bagi saya, meskipun demikian saya merasa sangat enjoy dan menikmati setiap proses pembelajaran dan pengalaman yang didapatkan. Motto ‘Kuliah lancar, Hafal Al–Quran’ dengan pemaknaan aktualisasi diri dan berkontribusi sesuai dengan bidangnya masing–masing namun terus menjaga interaksi dengan Al–Quran sekaligus menjadikannya pedoman dalam hidup. Beberapa pembelajaran di PMA juga merupakan hal yang sangat penting yang seharusnya sudah saya lakukan sedari dulu, misalnya belajar membaca Al–Quran dengan shahih dan fasih yakni sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi serta memberikan setiap hak–hak nya pada huruf yang dibaca. Disamping itu, beberapa kegiatan di PMA juga justru berimplikasi baik pada keseharian saya. Sesederhana saya belajar untuk mengatur waktu dengan baik, menghormati dan meneladani guru. Entah ini bias atau bukan, saya juga merasakan peningkatan mood positif pasca mengikuti beberapa kegiatan PMA secara bersama–sama dengan teman satu asrama, misalnya setelah shalat tahajud dan dzikir bersama, serta pasca mengaji ataupun menyetorkan hafalan. Walaupun memang sebagai manusia biasa saya juga sering merasakan fluktuasi iman ‘Al–imanu yazidu wa yanqush’.
Selain belajar dari teori dan materi–materi yang disampaikan para ustadz, hal yang menarik selama di PMA adalah belajar bermasyarakat dan bermuamalah bersama warga sekitar. Tidak dapat dipungkiri bahwa menjadi seorang santri di tengah–tengah masyarakat, secara tidak langsung merupakan sebuah amanah atau tanggung jawab keimanan. Santri yang notabene belajar islam dengan proses yang baik maka sudah sepatutnya tingkah laku dan sikapnya menjadi contoh bahkan teladan bagi masyarakat. Hal tersebut yang saya rasa sangat penting dan menjadi catatan pribadi bagi saya karena masih harus banyak belajar dan mengevaluasi diri supaya menjadi santri muslim yang sesungguhnya. Sesederhana shalat berjamaah tepat waktu, bisa berbaur dan diterima baik oleh masyarakat. Adapun pada next stepnya, insyaAllah semoga bisa juga berkontribusi dan memberikan pengaruh positif di masyarakat.
Hal yang tidak kalah penting adalah berdinamika sehari–hari dengan teman–teman satu asrama. Menghadapi teman–teman dengan latar belakang dan karakter yang berbeda–beda menjadi pengalaman tersendiri yang menarik bagi saya. Belajar tentang hidup rukun, belajar berbagi walau sering berebut nasi, belajar dan saling mengingatkan soal kebersihan, belajar sabar saat harus antri di kamar mandi, belajar saling menerima seutuhnya bahkan kekurangannya juga perlu dimaklumi sambil dievaluasi bersama. Hal–hal yang terdengar remeh itu justru menjadi pembelajaran berharga sebelum hidup berkeluarga.
Terakhir, pengalaman kebersamaan di PMA ini saya maknai sebagai fase bertumbuh dan menumbuhkan. Bertumbuh, karena selama di PMA saya mendapat banyak pembelajaran berharga untuk kemudian dapat meningkatkan kapasitas diri seoptimal mungkin. Menumbuhkan, karena memang PMA bukan sekadar pondok tempat ngaji dan tidur saja, tapi tempat aktualisasi diri dan berkontribusi semampunya bagi lingkungan sekitar. Maka pesan saya bagi generasi mendatang, janganlah jadi orang yang hanya belajar dan meningkatkan potensi diri saja tapi meninggalkan yang lain, seperti sebuah pohon yang amat tinggi tapi buahnya tidak bisa dinikmati oleh orang lain karena sulit digapai. Pun juga jangan menjadi orang yang selalu berusaha mementingkan orang lain tanpa memperhatikan dirinya sendiri, seperti lilin dengan api yang terang tapi dirinya sendiri habis termakan. Namun justru jadilah manusia yang bertumbuh dan menumbuhkan, mengoptimalkan potensi diri yang diiringi dengan aktualisasi dan kontribusi konkret untuk sekitar. Bismillah, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah Subhanahu wa ta’ala. Aamiin.
Mahasantri Pondok Mahasiswa Azzakiyyah