Di zaman yang terus-menerus berkembang dalam segala aspek ini, ilmu merupakan sesuatu yang sangat berharga dan banyak dibutuhkan. Segala perbuatan atau pekerjaan didasari oleh ilmu. Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu sedini mungkin hingga akhir hayat. Seorang penuntut ilmu pun akan mendapat keberkahan seiring langkahnya mencari ilmu, apabila didasari dengan niat yang ikhlas. Allah SWT telah menjanjikan dalam firmannya :
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ
“…, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat,..” QS Al-Mujadilah : 11
Tentunya dalam langkah kita menuntut ilmu, tak jarang kita jumpai berbagai macam rintangan atau halangan. Seperti jarak yang jauh, biaya yang tinggi, sarana dan prasarana yang kurang memadai, ataupun rasa kantuk, rasa malas, dan sebagainya. Salah satu di antaranya adalah hal yang bisa kita lakukan tanpa kita sadari dan bisa jadi mempengaruhi proses kita dalam menuntut ilmu, yaitu maksiat.
Maksiat merupakan setitik keburukan yang bisa menjadi penghambat dalam jalan masuknya ilmu. Ibarat ilmu adalah cahaya, maksiat adalah pemadam cahaya tersebut. Maksiat dapat dilakukan dengan mudah tanpa disadari. Oleh karena itu sering kali mengalami kesusahan dalam menerima dan menghafal ilmu, karena tanpa sadar di waktu sebelumnya telah melakukan maksiat.
Maksiat dalam menuntut ilmu bisa juga terjadi secara sadar, yaitu seperti sebuah perilaku yang merugikan orang lain. Mengambil barang milik orang lain tanpa izin, menyakiti perasaan orang lain, baik disengaja maupun tidak, menolak permintaan tolong dari orang lain, adalah segelintir contoh dari banyak maksiat yang bisa saja kita lakukan secara sadar ataupun tidak.
Adapun maksiat dalam belajar, yaitu menyangkut tentang adab terhadap guru atau pengajar. Menyepelekan guru, menertawakan guru, tidak menghiraukan arahannya, itulah contoh dari maksiat dalam belajar. Apabila hal tersebut terlakukan bisa jadi tidak mendapatkan ridlo dari sang pengajar atau guru sehingga ilmu darinya tidak akan terserap.
Sedangkan hubungan maksiat dan ilmu, ibarat nila setitik merusak susu sebelanga. Maksiat membuat susahnya ilmu untuk masuk ke dalam diri. Sehingga tidak akan mendapat manfaat ilmu bagi siapa yang berbuat maksiat. Dalam sebuah sya’ir Imam Syafi’i:
شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظَيْ ، فَأَرْشَدَنِيْ إَلَى تَرْكِ المعَا صِيْ
وَقَالَ اَعْلَمُ بِأَنَّ العِلْمَ فَضْلٌ ، وَفَضْلُ اللهِ لَا يُؤْتَاهُ عَاصِ
“Aku mengadu kepada Waki’ tentang buruknya hafalanku. Dia menasehatiku agar aku tinggalkan kemaksiatan. Dia pun berkata: ‘Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia. Dan karunia Allah tidak akan diberikan pada orang bermaksiat,”
Ketika Imam Syafi‘i duduk sambil membacakan sesuatu di hadapan Imam Malik, kecerdasan dan kesempurnaan pemahamannya membuat syaikh ini tercengang. Beliau pun berkata kepada Imam Syafi’i, “Sesungguhnya aku memandang Allah telah memasukkan cahaya ke dalam hatimu, maka janganlah kamu memadamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat”.
Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, di antara dampak kemaksiatan yang dimaksud salah satunya menghalangi masuknya ilmu. Ilmu merupakan cahaya yang Allah masukkan ke dalam hati, sedangkan maksiat merupakan pemadam cahaya tersebut.
Apapun bentuk maksiat tersebut, tetap saja ketika setelah melakukannya, pasti akan muncul keresahan dalam hati yang mempengaruhi masuknya ilmu ke dalam diri kita, sehingga itulah mengapa maksiat menghalangi ilmu untuk masuk ke diri kita.
Allah SWT berfirman :
يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ قَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمۡ كَثِيرٗا مِّمَّا كُنتُمۡ تُخۡفُونَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖۚ قَدۡ جَآءَكُم مِّنَ ٱللَّهِ نُورٞ وَكِتَٰبٞ مُّبِينٞ ١٥ يَهۡدِي بِهِ ٱللَّهُ مَنِ ٱتَّبَعَ رِضۡوَٰنَهُۥ سُبُلَ ٱلسَّلَٰمِ وَيُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِهِۦ وَيَهۡدِيهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah: 15-16)
Cahaya tersebut adalah ilmu. Maka cahaya tersebut akan menerangi barang siapa yang mengerjakan kebajikan dan berbuat ma’ruf. Maka dari itulah perlu dihindari dari yang namanya maksiat, karena maksiat dapat menghambat cahaya tersebut atau ilmu masuk ke dalam diri dan meresap dalam diri.
Hikmahnya, sebagai penuntut ilmu yang didasari dengan pondasi-pondasi keislaman, hendaklah kita berniat ikhlas dalam menuntut ilmu, dan tidak melenceng dalam langkah kita menuntut ilmu. Dan hendaknya kita berhati-hati pada maksiat. Karena layaknya nila setitik rusak susu sebelanga, maksiat barang sedikit dapat menghambat masuknya ilmu ke dalam diri kita. Untuk memudahkan ilmu masuk ke dalam diri kita, kita harus meniatkankan diri kita dalam menuntut ilmu. Tidak melakukan hal-hal tercela yang bisa membuat susah menerima ilmu.
Hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menghindari maksiat adalah tetap teguh pada niat kita, bahwa semata-mata mengharap ridlo Allah SWT dalam menuntut ilmu. Menghindari perbuatan tidak terpuji yang merugikan orang lain, dan senantiasa memohon ampun kepada Allah SWT di setiap saat di setiap harinya.
©fififatika