Anak-anak adalah bahan baku yang baik untuk membangun dan mengokohkan sebuah masyarakat serta menjaga Al-Quran dan sunah Rasulullah. Dari sini dibutuhkan peran aktif orang tua untuk memperhatikan belahan jiwa mereka agar menjadi buah yang matang dalam perjalanan masa depan.
Huda berusia 9 tahun. Guru-gurunya terperangah dengan kecerdasannya selama tiga tahun. Ia mengikuti berbagai per lombaan Al-Quran dan mampu meraih juara. Orang tuanya me ngetahui hal ini lantas memasukkannya ke salah satu sekolah tahfizh yang masuk sore hari. Terjadi perbedaan yang menarik di antara kedua orang tuanya dalam dialog berikut ini:
Ibu berujar: “Anak kita masih kecil dan tidak mampu meng gabungkan antara sekolah di pagi hari dan pelajaran tahfizh di sore hari.”
Ayah menimpali: “Bahkan ia mampu menggabungkan kedua nya secara bersamaan. Anak kita memiliki prestasi di sekolahnya. dan mengikuti berbagai perlombaan Al-Quran serta mampu pula meraih juara. Bagaimana kiranya kalau kita memasukkannya ke sekolah tahfizh untuk memotivasi dan meningkatkan kemam puannya?” Ibu menanggapi: “Apa salahnya kalau kita mendatangkan saja guru privat ke rumah sebagai ganti dia harus pergi ke sekolah?” Ayah berkeberatan: “Guru privat akan datang dalam bebe rapa waktu dan kemudian akan pergi sesuai dengan honor yang ia terima. Sedangkan sekolah memiliki pengertian yang lebih umum yang mampu memberikan manfaat bagi anak putri kita terkait dengan pengetahuan dan metode yang benar.”
Ibu berseru: “Ini harus ada solusi yang benar dan praktis se hingga kemampuan belajar anak kita tetap terjaga.”
Ayah menjawab: “Dengan senang hati. Ia akan pergi ke seko lah dengan ditemani salah satu kerabatku dan akan pulang juga bersamanya.”
Huda mengetahui akan hal itu dan ia menangis di hadapan ibunya. Akhirnya sang ibu menyetujui permintaannya. Huda pun masuk ke sekolah tahfizh dan mampu menghafal sejumlah surat dan hadits setelah sang ayah mengkhususkan baginya dua waktu untuk menghafal yakni; setelah shalat Subuh dan setelah ter benamnya matahari.
Lantas bagaimana prestasi yang ia raih? Huda menjawab dengan kecerdasannya, “Saya mendapatkan sejumlah piagam dan hadiah setelah saya mampu menghafal Al-Quran 30 już padahal saya masih duduk di kelas 3 SD. Pihak sekolah memilihku untuk mengikuti sejumlah perlombaan yang diadakan oleh lembaga lembaga sosial.
Huda mengatakan, “Hafalan Al-Quranku telah memotivasi saudara-saudaraku untuk menghafal dan bergabung bersama halaqah-halaqah tahfizh. Hingga saudaraku, Ahmad, mampu menghafal Al-Quran tatkala ia duduk di kelas 5 SD. Sedangkan Muhammad mampu menghafalnya ketika duduk di kelas 6 SD.
Diambil dari Buku Kisah inspiratif para penghafal alquran karya Ahmad salim badwilan
(BEGE)