KELUARGA yang harmonis, saling pengertian, dan terlindungi dengan kuat di dalam dan di luar adalah keluarga ideal yang dicita-citakan Islam. Keluarga seperti ini menjadi basis masyarakat yang kuat, juga pondasi pembangunan, kemajuan, dan kebangkitan. Adapun keluarga yang berantakan adalah keluarga yang sakit dan rentan yang dapat merugikan keluarga itu sendiri dan berdampak terhadap anak-anak. Kesalah pahaman suami-istri dapat menyebabkan anak-anak kabur dari rumah, menelantarkan, dan menghancurkan kehidupan mereka. Padahal, Islam telah memperingatkan agar tidak mengambil jalan yang dapat melemahkan bahtera keluarga dan menghancurkannya dari dalam. Islam telah berkomitmen agar hubungan suami-istri didasarkan pada cinta murni, kasih sayang mendalam, ketentraman jiwa dan mental, serta ketenangan dan kepercayaan. Dengan begitu, masing-masing pasangan merasa saling melengkapi satu sama lain. Inilah yang menjadi perhatian Al-Quran dalam ayat: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapattanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS Al-Rúm [30]: 21).
Pernikahan itu sebuah ikatan, perjanjian yang amat mengikat, pengendalian, dan saling menghormati antarpasangan. Allah Swt. melarang para suami mengambil maskawin istrinya meskipun sedikit. Dia berfirman, Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (QS Al-Nisa’ [4]: 21).
Di bawah naungan keluarga yang harmonis, hubungan sosial semakin menguat, sikap sikap mulia akan tumbuh, perasaan akan terbina, dan kepekaan sosial akan semakin solid. Pada akhirnya, akan menjadi halus, penuh perasaan, dan tanggung jawab. Rasa tanggung jawab itu akan mendorong suami dan istri untuk selalu menjaga kekuatan dan persatuan keluarga, serta melindunginya dari pengaruh-pengaruh yang merusak. Betapa bahagia suami atau istri yang melihat pasangannya satu sama lain sebagai cermin, saling membersihkan. Masing-masing menjadi dokter yang penuh kasih sayang, yang dapat menghibur pasangannya sehingga merasa nyaman dan menyenangkan. Pondasi bangunan keluarga yang ideal tecermin dalam tiga hal, yaitu: pondasi materi, pondasi moral, dan pondasi agama. Pondasi materi tampak dalam kemitraan nyata dalam pendapatan keluarga danı pembelanjaan yang tidak boros dan mubazir, juga tidak kikir dan terlalu hemat. Cara yang ditempuh adalah cara seimbang yang diperintahkan Al-Quran dalam ayat: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (QS Al-Isra’ [17]: 29).
Berikut ini hadis Rasulullah Saw. yang menekankan pentingnya pondasi materi di tengah-tengah keluarga. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadis basan dari Muawiyah bin Haidah ra. bahwa ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja hak istri terhadap kami?” Beliau menjawab, “Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau memberinya pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan mencemoohkannya, dan jangan mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” Maksudnya, jangan meninggalkan rumah dan meninggalkan istri, kendaki dengan tujuan memberinya pelajaran. Allah Swt. berfirman, Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz nya maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka (QS Al-Nisa’ [4]: 34).
Sementara itu, pondasi moral adalah komunikasi timbal balik antara suami-istri dan interaksi dalam keluarga, baik pagi maupun sore hari, yang berlandaskan pada pendekatan moral Rasulullah Saw, dalam perkataan maupun perbuatan yang baik. Karena itu, di antara keduanya tidak boleh mengucapkan kata-kata kotor atau melakukan tindakan yang merusak akhlak terpuji. Senyuman, wajah yang ceria, rendah hati, saling pengertian dan berdialog dengan santun menjamin hubungan suami-istri akan membaik. Imam Bukhari meriwayatkan hadis hasan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Mukmin yg paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” Sementara dalam redaksi Ibnu Asakir dari Ali r.a. berbunyi: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah yang paling baik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku. Tidak ada yang memuliakan wanita kecuali orang mulia. Aku tidak pernah merendahkan mereka, kecuali orang yang suka meremehkan.” Dan riwayat Imam Hakim dari Ibnu Abbas r.a.: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri.”
Adapun pondasi agama adalah pondasi yang dimulai ketika melamar, yaitu ketika menentukan pilihan calon istri dengan dasar agama yang kuat. Pondasi yang menjelaskan ajaran Allah Swt. berupa perintah dan larangan, juga kewajiban. Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat bal, yaitu: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah yang beragama agar kamu beruntung.” Maksudnya, kamu akan menjadi miskin jika mengenyampingkan faktor agama. Dalam hadis lain yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash r.a. disebutkan Rasulullah Saw. bersabda, “Seluruh dunia ini adalah perhiasan, dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang salehah.”
Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
(DM)