PARA rasul dan nabi terakhir, Muhammad bin Abdullah, menghadapi pelbagai situasi yang sulit dalam menyebarkan dakwah kepada manusia. Beragam siksaan ditimpakan kepada dirinya dan keluarga. Mereka adalah tauladan bagi seluruh pelaku perbaikan dan dai yang mengajak ke jalan keselamatan.
Karena misi Islam adalah misi luhur yang serius melakukan perbaikan maka prinsip yang dipegang teguh adalah menjauhi kebodohan dan berpaling dari perbuatan keji, agar iring-iringan dakwah tetap melaju menuju tujuan yang mulia, yaitu tersiarnya Islam. Di masa awal Islam pada periode Makkah sebelum hijrah, kaum muslimin tidak memedulikan rekayasa dan penderitaan, serangan, dan perlawanan, yang dialami bersama Nabi Muhammad Saw. Mereka tetap sabar dan memaafkan, tetap berbuat baik, tidak membalas dendam dengan tindakan buruk yang sama. Akhirnya, mereka berhasil mendapatkan kemenangan.
Allah Swt. memerintahkan kita memaafkan dan berbuat baik kepada orang lain, tidak balas menyakiti. Allah Swt. berfirman, Jadilah engkau pemaaf dan surublah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh (QS Al-A’raf [7]: 199). Allah Swt. berfirman, Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik (QS Al-Hijr [15]: 85). Maksudnya, perlakukan mereka dengan cara yang bijaksana dan toleran. Ini perintah Allah kepada Nabi Muhammad Saw., sekaligus kepada orang-orang beriman.
Allah Swt. berfirman, Dan bendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin habua Allah mengampunimu? (QS Al-Núr [24]: 22). Allah Swt. menggambarkan orang-orang beriman dalam firman-Nya, Dan orang-orang yang menaban amarabnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS Ali Imran [3]: 134). Allah Swt. menjadikan sabar sebagai tanda kekuatan dan keinginan yang bulat. Dia berfirman, Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan (QS Al-Syură [42]: 43).
Betapa indah, sempurna, dan kuatnya harmoni antara Al-Quran dan Sunnah yang menjelaskan hukum yang bersifat global dan tujuan utama ajaran Islam. Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah ra. berkata, “Rasulullah Saw tidak pernah memukul dengan tangan, baik terhadap utri maupun pelayannya, kecuali sedang berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah diperlakukan sesuatu hingga dendam kepada sahabatnya, kecuali perlakuan itu melanggar ketentuan Allah. Beliau pun dendam karena Allah Swt. “Inilah hati yang penuh kasih sayang, jiwa yang bijaksana. Meskipun mengalami rintangan dan ditindas orang orang zalim dan bodoh, namun Nabi Muhammad Saw. tidak membalas dengan tindakan jahat atau tercela serupa. Beliau justru memaafkan. Namun, beliau murka manakala ketentuan Allah Swt. dilanggar. Di situlah terlihat kepribadian dan keteguhan prinsip beliau.
Nabi Muhammad Saw. berpesan kepada umatnya untuk menggunakan cara-cara lembut, tidak marah dan fanatik, sebagaimana dijelaskan dalam hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang kekar bukanlah yang pandai berkelahi, melainkan yang mampu mengendalikan diri ketika marah.”
Dalam biografi Nabi Muhammad Saw. banyak sekali contoh menawan yang patut diteladani, karena beliau sanggup menahan penderitaan yang dilakukan sejumlah individu dan kelompok orang-orang Arab Jahiliyah, seperti:
A. Berdarah dan terluka
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dalam hadis muttafaq ‘alaih dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Sepertinya aku melihat Rasulullah Saw bercerita tentang seorang nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah. Ia mengusap darah itu dari wajahnya, kemudian berkata, “Ya Allah, ampuni kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
b. Kekejaman orang Arab
Dalam hadis muttafaq alaih dari Anas r.a. berkata, Aku berjalan bersama Rasulullah Sare. Beliau memakai selendang Najran yang pinggirannya kasar,” Tiba-tiba salah seorang Arab badui menemui beliau, lalu menarik selendangnya dengan sangat keras. Aku melibat bekas goresan di leber beliau. Pinggiran baju tersebut meninggalkan bekas, karena ditarik terlalu kencang. Orang Arab itu berkata, “Wahai Muhammad, berikan sebagian harta Allah yang engkau miliki kepadaku. Beliau meliriknya, lalu tertawa. Setelah itu, menyuruh agar orang tersebut diberi sesuatu.” Inilah akhlak orang-orang besar. Nabi Muhammad Saw. membalas penderitaan dan kekejaman dengan sikap maaf dan lembut, ampunan dan kasih sayang.
c. Sebuah hadis muttafaq ‘alaib dari Aisyah ra. bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Muhammad Saw., “Pernahkah engkau mengalami suatu hari yang lebih berat dari pada waktu perang Uhud?” Beliau menjawab, Aku sudah mengalami apa yang pernah dialami kaummu. Namun, yang paling berat adalah saat di Aqabah. Saat itu aku menyeru Ibnu Abdi Yalail bin Abdi Kulal, namun ia menolak yang kukehendaki. Maka, aku pun pergi dengan muka muram dan sedih. Setelah tiba di Qarn Ats-Tsa’alib,” aku menengadahkan muka ke atas. Tiba-tiba segumpal awan melindungiku. Saat memandangi awan itu, aku melihat Jibril. la berseru kepadaku, “Sesungguhnya Allah sudah mendengar apa yang dikatakan kaummu kepadamu, juga yang mereka lakukan terhadapmu. Allah telah mengutus seorang malaikat penjaga gunung, agar engkau menyuruhnya apa saja yang engkau kehendaki. Malaikat penjaga gunung itu berseru kepadaku dan mengucapkan salam, kemudian berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah sudah mendengar yang dikatakan kaummu kepadamu. Aku adalah malaikat penjaga gunung, Tuhanku mengutusku agar engkau menyuruhku mengatasi masalahmu. Apa yang engkau mau? Jika engkau mau, aku mampu meratakan wilayah Akhsyabaini.” Nabi Muhammad Saw. menjawab, ‘Bahkan, aku berharap Allah mengeluarkan orang-orang yang menyembah-Nya semata dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apa pun di antara mereka.”
Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
(DM)