SEORANG penguasa harus menjaga kesucian agama dan membela kepentingan masyarakat. la diperintahkan untuk sayang dan menasihati mereka, bersimpati kepada mereka, dilarang menipu dan mengabaikan kepentingan mereka, serta melalaikan kebutuhan mereka. Hal ini membuat rakyat mencintai penguasa, mau menolong dan mendukungnya, mati-matian mengusir musuh, dan mencegah dari tindakan memata-matai negara dan rakyatnya.
Jika terjadi kesenjangan antara pemimpin dan rakyatnya maka akan timbul kebencian dan kecurigaan. Mereka tidak akan melaksanakan kewajiban guna mewujudkan kepentingan umum. Akhirnya, situasi memburuk dan terganggu. Jadi, salah satu hikmah ajaran Islam adalah mengarahkan visi penguasa dan rakyatnya dalam satu pandangan untuk mencapai dan mewujudkan satu tujuan.
Islam memerintahkan penguasa untuk bersikap rendah hati di depan rakyatnya dan menyayangi mereka. Allah Swt. berfirman, Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman (QS Al-Syu’ara’ [56]: 215). Maksudnya, pemimpin diperintahkan untuk lemah lembut dan rendah hati terhadap rakyatnya.
Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (QS Al-Nahl [16]: 90).
Salah satu ciri masyarakat Muslim adalah menebarkan kebajikan, kebenaran, dan keadilan. Sebaliknya, melenyapkan tindakan keji, kebatilan, keburukan, dan ketidakadilan dari ranah publik ataupun ranah khusus. Penguasa berperan penting. Allah Swt. akan menanyakan hal itu di Hari Kiamat.
Sebuah hadis muttafaq alaih dari Ibnu Umarr.a.berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, Kalian semua adalah pemimpin. Kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin di rumah keluarga, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Pembantu adalah pemimpin atas barta majikannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Jadi, kalian semua adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Seorang penguasa sangat diharamkan menipu rakyat. Dalam arti kata, mengkhianati dan mengabaikan hak-hak mereka. Disebutkan dalam hadis muttafaq ‘alaib dari Abu Ya’la Ma’qal bin Yasar r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada seorang hamba yang Allah jadikan ia sebagai pemimpin, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga baginya.” Dalam riwayat lain: “Tidak ada yang menasihatinya maka ia tidak akan mencium bau surga.” Dalam riwayat Imam Muslim: “Seorang pemimpin yang mengurusi urusan kaum muslimin, tetapi tidak bersungguh-sungguh mengurusi dan menasihati mereka maka ia tidak akan masuk
surga bersama mereka,” Hadis ini menjelaskan kewajiban penguasa untuk menasihati rakyatnya. Sebab, bila tidak maka mereka tidak akan masuk surga.
Seorang penguasa harus memperlakukan rakyatnya dengan lembut, penuh kasih sayang, sopan dan belas kasih, serta ramah dan menjaga hak-hak mereka. Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda di rumahku, ‘Ya Allah, siapa pun yang mengurusi sebagian urusan umatku, lalu ia menyusahkan mereka maka sengsarakanlah ia. Dan siapa pun yang menguruti sebagian urusan umatku, lalu ia bersikap ramah kepada mereka maka sayangilah ia.” Hadis ini membuktikan bahwa balasan sesuai jenis amal perbuatan. Oleh sebab itu, jika penguasa menyusahkan rakyatnya, Allah Swt. akan mengirimkan musuh untuknya. Selain itu, ia akan menerima azab yang pedih dari Allah Swt.
Rasulullah Saw, juga memperingatkan penguasa yang kejam dan zalim kepada rakyatnya Sebuah hadis muttafaq alaih menyebutkan, “Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin adalah yang bengis dan kejam. Karena itu, hati-hatilah jangan sampai engkau menjadi bagian dari mereka. Namun sebaliknya, rakyat juga harus mematuhi penguasa yang adil, melaksanakan hak-hak yang sah dan ditetapkan negara.
Dalam hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a. disebutkan Rasulullah Saw. bersabda, Dabulu, Bani Israil diurusi oleh para nabi. Setiap kali nabi meninggal, pasti selalu ada nabi lain yang menggantikannya, dan tidak ada nabi lagi sesudahku. Akan tetapi, sepeninggalku nanti, akan muncul banyak sekali para pemimpin.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu apa pesanmu kepada kami?” Beliau menjawab, “Tepatilah perjanjian tahap demi tahap. berikanlah hak mereka, lalu mohonlah kepada Allah apa yang kalian alami. Sesungguhnya Allah akan menanyakan amanah yang telah Dia berikan kepada mereka untuk memimpin. “Maksudnya, rakyat harus melaksanakan dan mematuhi perjanjian pertama, yaitu dengan memerangi pihak yang membangkang dan tidak mematuhi penguasa.
Seorang penguasa harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak menekan mereka. Hal ini dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam Al-Azdi r.a. bahwa ia berkata kepada Muawiyah r.a., “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ‘Siapa saja yang Allah berikan sesuatu untuk mengurusi urusan kaum muslimin. lalu ternyata ia menahan kebutuhan mereka, merusaknya, dan membuat mereka miskin maka Allah akan menaban kebutuhannya, merusaknya, dan membuatnya miskin di Hari Kiamat.” Akhirnya, Muawiyah menjadi seseorang yang selalu membantu kepentingan orang lain.
Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
(DM)