KUAT dan lemah, sehat dan sakit, muda dan tua adalah fenomena alam yang melekat pada diri manusia. Karena itu, tidak ada kondisi yang tetap. Tidak ada satu pun fenomena yang abadi. Itulah hikmah Ilahi tertinggi sehingga masing-masing diberi pasangan. Manusia percaya bahwa ada keseimbangan antara beberapa situasi dan kondisi. Sebab itu, ada nikmat ada syukur. Ada lemah ada sabar. Manusia harus menghargai semua fenomena yang ada, agar orang kuat tidak sombong kepada yang lemah, orang sehat tidak mengejek yang sakit. Dalam kondisi apa pun, sikap rendah hati adalah kunci mendapatkan pahala, bahkan merupakan hal penting ketika menghadapi situasi darurat. Allah Swt. berfirman, Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja bari dengan mengharap keridbaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (QS Al-Kahfi [18]: 28). Maksudnya, bersikap sabar manakala bergaul dengan orang-orang lemah dalam situasi apa pun. Karena mereka mencari ridha Allah Swt. Jangan tinggalkan mereka dengan berpaling pada yang lain.
Nabi Muhammad Saw. membawa berita gembira kepada orang-orang miskin bahwa mereka bakal masuk surga. Beliau menyatakan bahwa mereka adalah manusia yang paling dekat dengan Allah Swt. dibandingkan lainnya. Pun bahwa surga adalah tempat tinggal dan tempat kembalinya orang-orang miskin, sedangkan neraka adalah tempat tinggalnya orang orang sombong dan kejam. Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Ash-Shahihain meriwayatkan dari Haritsah bin Wahab ra. bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Maukah kalian aku beri tahu tentang penghuni surga? Mereka adalah orang yang lemah dan melemahkan diri, seandainya ia bersumpah demi Allah, pasti akan terwujud. Inginkah kalian aku beri tahukan tentang penghuni neraka? Mereka adalah orang yang kejam, bengis, dan sombong. Yang dimaksud orang lemah dan melemahkan diri adalah orang yang rendah hati dan kondisinya lemah. Sementara itu, yang dimaksud orang kejam adalah orang yang keras kepala. Yang dimaksud orang bengis adalah yang kejam atau yang gaya berjalannya sombong. Hadis ini menjelaskan larangan bersikap kejam, sombong. dan pamer. Selain itu, menjelaskan anjuran bersikap rendah hati dan merendah terhadap kaum muslimin.
Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Ibnu Abbas Sahal bin Sa’ad Al-Saidi r.a. berkata, “Seorang laki-laki lewat di hadapan Rasulullah Saw. Beliau bertanya kepada laki-laki yang sedang duduk di sisi beliau, Bagaimana menurutmu orang ini? Laki-laki (yang duduk di sisi beliau itu) menjawab, ‘la orang paling mulia. Demi Allah, layak sekali kalau ia meminang. (pasti) akan (diterima pinangannya, kemudian) dinikahkan. Kalau ia meminta tolong, pasti akan ditolong. Rasulullah diam saja. Tidak lama kemudian, lewat laki-laki yang lain. Beliau bertanya lagi, ‘Bagaimana menurutmu orang inil Laki-laki itu menjawab, “Wahai Rasulullah, ia Muslim yang miskin. Kalau ia meminang, pasti tidak akan diterima. Kalau ia meminta tolong, pasti tidak akan ditolong. Dan, kalau ia berbicara, pasti tidak akan didengar. Rasulullah Saw. bersabda, ‘Orang ini lebih baik dari seisi bumi.”
Inilah perbandingan kebiasaan orang Jahiliyah dan pecinta dunia pada zaman sekarang ini, dengan kebiasaan orang beriman yang beramal untuk akhirat, sedangkan dunia hanya sekadarnya saja. Dari perbandingan tersebut terlihat jelas bahwa kemuliaan seseorang diukur dengan takwa kepada Allah Swt. dan amal saleh, bukan dengan garis keturunan dan kehormatan, bukan pula dengan harta atau kekayaan. Selain itu, hadis ini juga menjelaskan anjuran bersikap acuh kepada orang miskin. Berapa banyak orang lusuh dan kusut itu lebih baik daripada penduduk bumi yang memiliki jabatan dan kekayaan. Kemuliaan dan superioritas duniawi saja tidak cukup berpengrauh dalam timbangan Islam. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Berapa banyak orang lusuh dan kusut yang diusir di depan pintu, padahal seandainya ia bersumpah demi Allah, pasti akan terwujud.” Dengan kata lain, jika bersumpah karena ingin mendapatkan kemurahan hati dari Allah, pasti akan terkabulkan. Allah Swt. pasti mengabulkan permintaannya, memberikan yang ia butuhkan.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada Hari Kiamat nanti akan datang seorang laki-laki besar dan gemuk yang berat amalnya di sisi Allah tidak seberat sayap seekor nyamuk sekali pun.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri r.a. dari Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Neraka dan surga berdebat. Neraka berkata, “Aku dimasuki orang-orang yang suka menindas dan sombong.” Surga berkata, Aku dimasuki orang-orang yang lemah dan miskin.’ Lalu Allah memutuskan kepada keduanya, “Kamu surga adalah rahmat-Ku. Aku limpahkan rahmat berupa kamu kepada siapa yang Aku kehendaki. Kamu neraka adalah siksa-Ku. Aku menyiksa denganmu siapa yang Aku kehendaki. Dan masing-masing kalian memiliki penghuninya sampai penuh.” Allah Swt. telah menyampaikan keinginan-Nya dengan surga dan neraka. Dengan kata lain, Dia telah menjelaskan kepada keduanya tentang apa yang Dia kehendaki. Dan, penghuni masing-masing surga dan neraka sudah ditentukan.
Dalam hadis muttafaq ‘alaih yang lain dijelaskan kelompok penghuni surga dan neraka. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Usamah bin Yazid r.a. dari Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Aku berdiri di depan pintu surga. Tiba-tiba aku melihat mayoritas yang memasukinya adalah orang-orang miskin. Aku juga melihat para penguasa (di dunia) tertahan, tidak boleh masuk, kecuali penghuni neraka yang telah diperintahkan kepada mereka untuk memasuki neraka. Dan aku juga berdiri di depan pintu neraka, ternyata mayoritas yang memasukinya adalah kaum perempuan.”
Melalui hadis ini, Nabi Muhammad Saw. memberitahukan hal-hal gaib, seperti kondisi penghuni surga dan penghuni neraka. Penghuni surga ternyata orang-orang miskin dan orang orang baik, sedangkan sebagian besar penghuni neraka adalah perempuan, yaitu perempuan yang durhaka kepada Allah Swt., meninggalkan kewajiban, menyalahgunakan kecantikannya, dan enggan berbuat baik, terutama berbuat baik terhadap suaminya. Inilah yang disebut dosa. Akan tetapi, ada juga perempuan suci, terhormat, dan taat, yang kapasitasnya melebihi kaum laki-laki. Mereka pun menempati surga tertinggi karena pertimbangan amal salehnya.
Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
(DM)