Ketika mereka mengetahui tingginya kedudukan Al-Quran serta ahli Al-Quran yang tak dapat diraih dengan harga murah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Ad-Duwaisy, maka mereka mencurahkan segala kemampuannya. Sehingga, mereka harus menanggung beban berat dan berbagai rintangan. untuk meraih kedudukan ustadz dalam bidang qiraah, mereka rela menempuh perjalanan, mengembara, serta bermalam di masjid. Berikut ini beberapa contohnya:
Syu’bah Abu Bakar bin Iyasy meriwayatkan dari Ashim, “Aku hanya belajar dari Ashim, tidak belajar dari yang lainnya dan tidak pula belajar qiraah dari yang lainnya. Aku menyertainya selama kurang lebih 3 tahun, baik dalam cuaca panas, dingin, maupun musim hujan.
Suatu ketika ‘Warasy’ Utsman bin Sa’d Al-Imam Al-Muqri datang dari Mesir menuju Madinah ingin menemui Nafi’ untuk membaca Al-Quran di hadapannya, maka ia mendapatkan izin dari salah seorang sahabatnya. Sebagaimana ia meriwa yatkannya sendiri. Nafi’ berkata, “Apakah engkau berkenan untuk bermalam di masjid?’ Aku menjawab, “Ya.” Maka, aku pun bermalam di masjid. Ketika tiba waktu fajar, maka Nafi’ datang menemui kami seraya mengatakan, “Orang asing?” Maka, aku menjawab, “Ya. saya. Semoga Allah merahmati Anda. Nafi berkata, “Engkau berhak mendapatkan giliran membaca yang pertama.”
Thabari mampu mengkhatamkan Al-Quran dengan riwayat Syamiyyah selama 7 hari di masjid. Mengembara dan ber malam di masjid bukan hanya dilakukan oleh Imam Warasy saja. Bahkan, seorang imam dan ahli tafsir, Ibnu Jarir At Thabari menetap di Beirut selama 7 hari dan bermalam di masjid jami hingga ia mampu mengkhatamkan Al-Quran dengan riwayat Syamiyah yang ia baca di hadapan Abbas bin Walid Al-Bairuti.
Diambil dari Buku Kisah inspiratif para penghafal alquran karya Ahmad salim badwilan
(BEGE)