Tulisan ini lanjutan dari tulisan saya yang berjudul berfikir bersama (ijtihad jama’i).
Berfikir bersama memang bukan perkara mudah. Karena semua prosesnya juga harus bersama. Dari pengambilan data (input), pendefinisian masalah, perumusan masalah, menyimpulkan sebuah solusi, dan mengevaluasi solusinya harus dilakukan secara bersama. Disinilah biasanya ujian itu datang, kesabaran bersama, kebesaran hati untuk merendah, keinginan untuk memahami sudut pandang oranglain, ketahan bermuamalah dengan yang lain, dan masih banyak hal lainya. Perlu terus dilatih sambil terus mengingat buah yang akan dipetik jika bisa bersama sampai berbuah solusi yang paling baik. Yakni solusi yang membawa banyak manfaat, dan manfaatnya bukan hanya pribadi, tapi bersama.
Setidaknya agar bisa berfikir bersama kita perlu beberapa ikhtiar. Pertama, kebersamaan (jama’i) yang dibangun niat tertingginya adalah mencari ridho Allah. Niat lillah buka liyii. Niat untuk Allah bukan untuk aku. Bukan berarti tidak boleh cari keuntungan. Boleh, tapi niat karena Allahnya harus lebih besar daripada niat cari untung buat diri sendiri. Jika dipermasalahan niat ini belum selesai, yah tidak papa, latihan dulu terus sampai Allah berikan taufik agak bisa ikhlas lillahi ta’ala. Karena amal jama’i dalam bentuk berfikir bersama ini adalah amalan besar, sehingga hanya orang yang benar – benar sudah selesai dengan dirinya yang bisa mengamalkanya dengan baik.
Kedua, Keputusan yang diambil tidak untuk kepentingan pribadi atau berdasarkan hawa nafsu. Keputusan yang diambil adalah keputusan untuk kepentingan bersama, kepentingan banyak orang bukan untuk diri atau golongan tertentu. Jadi konsep dasarnya bukan yang penting saya untung. Tapi konsepnya, saya, kamu, dan kita untung meski tidak banyak yang penting semua untung, syukur bisa untung banyak. Aamiin.
Ketiga, permasalahan dikaji harus benar – benar secara bersama. Jika dikaji secara bersama pertimbangan atas permasalahan juga akan tambah luas. Banyak pendapat, usulan, saran, dan solusi yang bisa ditampung. Lalu dipilih secara bersama, diseleksi, kemudian diambil yang sesuai dengan kaidah syar’i dengan kemanfaatan yang paling banyak untuk semua. Contohnya jika mengakaji masalah vaksin untuk masyarakat jangan hanya dari sudut pandang ahli hadist dan ahli fiqih saja. Tapi perlu minta pandangan dari yang ahli kesehatan, ahli vaksin, ahli teknologi, dll agar keputusan yang diambil bisa lebih “pas”. Ustadz kami mencontohkanya, saat ingin membuat arahan dan himbauan vaksin kepada santrinya beliau minta padangan terkait vaksin ke berbagai pihak. Termasuk juga saat ingin merumuskan konsep membangun ketahanan keluarga. Meski ini masih contoh dilingkup yang sangat kecil.
Yah memang tak semudah memutuskan untuk diri sendiri. Tapi yakini bahwa keputusan yang diambil secara bersama dengan niat baik dan cara baik akan membawa manfaat yang lebih besar. Ali Bin Abi Thalib yang pernah jadi khalifah (pemimpin tertinggi umat di masa itu) pernah mengatakan;
كدر الجماعة خير من صفوة الواحد
“Keruh dalam kebersamaan lebih baik dari bersih dalam kesendirian.”
Akhiran, dalam agama dan kemasyarakatan jangan sendiri dalam berfikir, beramal, berdakwah, dan bersabar dalam kehidupan. Mari bersama, karena akan selalu ada hati yang lebih lapang, pikiran yang lebih jernih, dan badan yang lebih kuat untuk kita semua. Aamiin
(tulus prasetyo)
PPTQ Az-Zakiyyah Ganjuran