SISTEM Islam berbeda dengan sistem Barat. Tugas menafkahi keluarga itu hanya dibebankan kepada laki-laki. Perempuan tidak dibebani menafkahi siapa pun, apakah sebagai istri, anak perempuan, saudari, ibu, dan sebagainya. Namun di Barat, setiap anggota keluarga, baik istri ataupun anak yang sudah dewasa dibebani tanggung jawab untuk menafkahi dirinya sendiri, bekerja dan mencari nafkah untuk kehidupannya.
Nafkah yang diberikan suami kepada istri dan keluarga dibalas pahala yang besar di sisi Allah Swt., seperti pahala sedekah kepada fakir atau miskin. Karena itu, suami yang kaya tidak boleh menghambur-hamburkan uang. Sebaliknya, juga tidak boleh kikir. Sebab, nafkah yang dikeluarkan dari dalam kantongnya akan Allah Swt. ganti dengan yang setimpal tanpa sepengetahuan dirinya.
Sistem atau kewajiban memberi nafkah termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah yang merupakan sumber hukum dan kewajiban. Allah Swt. menjelaskan tentang seseorang yang bertanggung jawab untuk memberikan nafkah, Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (QS Al-Baqarah [2]: 233).
Dengan kata lain, seorang ayah atau suami harus memberi makan, pakaian, dan tempat tinggal sesuai kemampuannya. Untuk itu, tidak boleh boros, juga tidak boleh terlalu hemat (kikir). Allah Swt. berfirman, Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allab kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allab kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (QS Al-Thalaq [65]: 7).
Allah Swt. berjanji akan mengganti dan memberikan kompensasi kepada pemberi nafkah. Dia berfirman, Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lab pemberi rezeki yang sebaik-baiknya (QS Saba’ [34]: 39).
Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a. disebutkan Rasulullah Saw. bersabda, Tidak ada seorang hamba yang berada pada waktu subuh, kecuali dua malaikat akan turun. Seorang malaikat berkata, “Ya Allah, berikan pengganti kepada orang yang telah berinfak. Sementara malaikat kedua berkata, “Ya Allah, berikanlah kehancuran kepada orang yang kikir.”
Jadi, Allah Swt. akan mengganti nafkah yang dikeluarkan, sesuai permohonan malaikat. Sementara itu, orang yang kikir atau pelit diancam bahwa harta yang ia tahan akan habis, karena ia tidak mau memberikan nafkah yang diwajibkan Allah Swt. Malaikat mendoakan hartanya ludes.
Seorang suami jangan pernah beranggapan bahwa nafkah yang ia berikan akan hilang begitu saja. Sebab, Allah Swt. sudah menentukan akan menggantinya. Lebih dari itu, akan memberikan pahala. Di sisi lain, ia akan dinilai sebagai orang dermawan dan murah hati. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Satu dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang kamu infakkan kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang kamu berikan kepada keluargamu.”
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Tsauban bin Bajdad, seorang pelayan Rasulullah Saw., mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dinar paling baik yang diberikan seseorang adalab dinar yang diberikan kepada keluarganya, dinar yang diberikan kepada tunggangannya di jalan Allah, dan dinar yang diberikan kepada para sahabatnya di jalan Allah.”
Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Sa’d bin Abi Waqqash r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, “Nafkah yang engkau niatkan untuk mendapatkan ridha Allah akan dibalas pabala, termasuk makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.” Hadis muttafaq ‘alaih yang lain diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri r.a. dari Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Bila seseorang memberikan nafkah kepada keluarganya seraya mengharap ridba Allah maka nafkab tersebut tergolong sedekah kepadanya.”
Nabi Muhammad Saw. juga memperingatkan orang yang pelit untuk menafkahi orang yang harus dinafkahi. Sebab, ia bertanggung jawab atas mereka. Tanggung jawab tersebut meliputi istri, nenek, kerabat dekat yang membutuhkan, dan pelayan. Imam Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seseorang akan berdosa bila menyia-nyiakan orang yang harus ia beri makan.” Dalam riwayat Imam Muslim berbunyi: “Cukuplah seseorang akan berdosa bila ia menahan orang yang memiliki makanan.
Berdasarkan ketentuan Allah, prioritas keutamaan yang berhubungan dengan nafkah ini ada empat, yaitu: yang paling tinggi adalah yang memberi nafkah; kemudian yang tidak mau mengambil; kemudian yang mau mengambil, tetapi tidak mau mengemis; kemudian yang mengemis. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Mulailah dari orang yang engkau tanggung nafkahnya. Sebaik-baik sedekah adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kekayaan. Siapa saja yang menjaga dirinya maka Allah akan menjaganya. Siapa saja yang meminta kaya maka Allah akan memberikan kekayaan kepadanya.” Maksudnya, menjaga harga diri dan menerima apa adanya merupakan prinsip atau sifat orang mukmin paling tinggi. Sedekah yang paling utama adalah sedekah yang dikeluarkan seseorang setelah ia menyisakan dengan cukup untuk kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya. Adapun nafkah yang paling utama adalah nafkah yang diberikan seseorang kepada tanggungannya, yaitu istri dan anak-anaknya.
Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
(DM)