Menghafal sejak kecil ibarat mengukir di atas batu. Barang siapa yang menghafal Al-Quran sejak kecil, maka Allah akan men curahkan berkah dan mengaruniakan kedudukan yang tinggi kepadanya. Kalam Allah adalah cahaya yang gemerlapan di hati orang beriman, serta menambah kekuatan dan keimanan di dalam nya. Allah berfirman:
بل هو ايث بينت في صدور الذين أوتوا العلم وما يجمد بايننا إلا الظلموت “Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” (Al-‘Ankabut [29]: 49)
Maka kepada setiap insan yang menghendaki untuk meme nuhi hatinya dengan Al-Quran dan ingin membacanya sepanjang… siang dan malam maka kami ketengahkan contoh-contoh cemer lang nan gemilang berikut ini terkait dengan Alquranul Karim. Contoh-contoh berikut ini kami sampaikan kepada para orang tua agar menjadi sarana untuk memotivasi dan mendorong jiwa untuk menaruh perhatian dalam menghafal Al-Quran. Se hingga menghafal Al-Quran ini dapat menjadi sebuah upaya efektif dalam menggiatkan dan menggerakkan akal agar mampu mengkonsumsi sumber air yang lezat ini.
Imam Syafi’i berkata, “Aku menghafal Al-Quran ketika aku berumur tujuh tahun dan aku menghafal kitab Al Muwaththa’ ketika aku berumur sepuluh tahun.” Sahl bin Abdullah At-Tastari mengatakan, “Aku pergi ke kuttab (semacam TPA yang ada di Indonesia,-) untuk belajar Al-Quran dan aku menghafalnya ketika aku berusia enam atau tujuh tahun.”
Syaikh Yasin bin Yusuf Al-Maraksyi bercerita tentang Imam Nawawi, “Aku pernah melihat Syaikh di Nawa ketika beliau berusia sepuluh tahun. Saat itu anak-anak tidak senang ber main dengannya sehingga terbetik dalam hatiku kecintaan kepadanya. Ayahnya selalu membawanya ke toko miliknya. Jual beli tidak mengganggunya dari Al-Quran. Maka aku mendatangi gurunya dan aku berpesan kepadanya bahwa anak ini akan menjadi orang yang paling alim di zamannya dan yang paling zuhud serta bermanfaat bagi manusia. Guru nya bertanya kepadaku, “Apakah anda seorang peramal?” Aku menjawab, “Tidak. Namun Allah mengilhamkan hal itu kepadaku.” Maka hal tersebut disampaikan kepada ayahnya,
sehingga ia berusaha keras hingga Imam Nawawi mampu menghafal Al-Quran mendekati usia baligh.
Seorang anak berusia 17 tahun mampu menghafal Qira’atus Sabah. Sejarah telah menceritakan bahwa ayahnya adalah seorang pedagang. Ia berusaha mendidik anaknya dengan didikan yang berpijak pada pertumbuhan yang baik. Dalam lingkungan yang baik itulah Ibnul Jauzi tumbuh di tengah tengah rumah yang menghargai ilmu dan juga ahli ilmu, me muliakan serta meninggikan kedudukan mereka. Ia mampu menghafal Al-Quran dalam usia 13 tahun. Ia menyimak hadits, mempelajari khusus qiraah bahkan mampu mem praktikkan Qira’atus Sabah, sehingga menjadi salah seorang alim negeri Syam ketika ia berusia 17 tahun.
Diambil dari Buku Kisah inspiratif para penghafal alquran karya Ahmad salim badwilan
(BEGE)