Masalah secara awam dimaknai dengan sesuatu yang tidak sesaui dengan apa yang diharapkan. Tingkat harapan seseorang pada suatu keadaan yang berbeda – beda adalah salah satu alasan kenapa kesadaran akan masalah bersifat subyektif. Bisa jadi keadaan ini masalah buat kamu tapi bukan masalah buat kita. Lebih lagi jika dihubungkan dengan kepentingan, masalah bisa dimodifikasi jadi dipermasalahkan, dimasalahkan, mempermasalahakan, termasalahkan, dll.
Salah satu ketrampilan yang penting jika menghadapi masalah adalah kemamapuan untuk menyadari, mengurangi, dan memetakan masalah. Kemampuan tersebut lebih penting daripada keyakinan bahwa yang penting masalah selesai. Seringnya jika yang penting selesai, tanpa diurai dan dipetakan, masalah selesai dengan membawa masalah baru. Bisa jadi masalah baru karena solusi yang diberikan lebih besar daripada masalah yang ingin diselesaikan. Tambah repot tentunya.
M Natsir pernah menyebutkan bahwa salah satu masalah umat islam di Indonesia adalah “sense of priority” yang belum terasah. Sense of priority atau memperioritaskan sesuatu adalah hasil dari menyadari, mengurai, dan memetakan suatu masalah. Mana masalah besar, mana masalah kecil, mana masalah berat, mana masalah ringan, apa masalah ini api atau asap, ini masalah karena faktor dalam, atau luar. Jika gagal mengukur maka gagal mengatur, masalah yang kecil dibesar – besarkan, masalah besar disepelekan, yang pentin dianggap tidak penting, yang tidak penting malah seperti penting sekali, yang seharunya akhir diawalkan, yang awal diakhirkan. Memang tambah rusak jadinya.
Belum lagi jika dihubungkan dengan posisi kita pada masalah tersebut. Pada posisi mana kita? Apa pada posisi pengaruh?, apa pada posisi peduli?, atau apa pada posisi perhatian?. Jika tak paham posisi bisa jadi masalah di atas masalah. Masalah yang bisa kita berpengaruh malah kita tidak fokusi, masalah yang kita tidak berpengaruh dan bisanya cuma peduli malah kita pikirkan terus menerus, lebih – lebih masalah yang sangat jauh dari pengaruh kita, yang seharusnya cukup diperhatikan malah dibahas siang malam. Wis pasti tambah bubrah.
Mari mengasah kemampuan menyadari, mengurai, dan memetakan masalah. Setelah itu nata laku ( menata amal) agar kita sampai tujuan.Jangan sampai kita nyopiri mobil mau ke Jakarta, eh ada masalah rumah tangga di kampung yang kita lewati malah kita berlagak pahlawan ingin menyelesaikan, padahal tak berpengaruh.
Wislah kembali pada masalah yang bisa kita pengaruhi lalu uraikan dan petakan dengan telaten. In syaa Allah lebih berkah untuk semua. Mari …..
*Nata Laku*
Tulus Prasetyo