Alhamdulillah, malam ini jam 21:00 saya baru pulang dari bertemu sahabat. Tadi ada empat orang, dua S3 lulusan jepang, 1 pak lurah lulusan IPDN, 1 ustadz alumni sudan dengan gelar Lc. MA. Beliau semua usianya lebih tua dari saya. Sebenarnya mereka adalah guru kehidupan saya, saya sebut sahabat karena kepandaian beliau dalam mendidik saya sehingga dekat dan merasa seperti sahabat.
Sampai di pesantren, ada seorang santri yang menangis. Kata temanya, sehabis dari pulang masjid terus menangis. Saya tanya kenapa menangis? Saya tidak tahu ustadz, coba tanya langsung saja. Setelah ditanya ternyata merasa sakit hati. Ceritanya habis jadi imam terus dikandani “kudune ngene, kudune ngono?”. Saya dengarkan semua. Diakhir saya tanya siapa yang bilang?, setelah saya tahu orangnya, saya minta sabar, harus banyak sabarnya, karena sudah biasa begitu, dan dari pendidikan memang kurang tinggi. Jadi kita yang harus sabar.
Sambil saya becandai, antum masih muda, masih banyak waktu untuk belajar. Umur masih segini bisa banyak belajar. Belajar yang rajin semoga besok lebih dari sekarang yah. Saya tekankan, di dalam pergaulan hidup ada dua tipe orang jika dihubungkan dengan dakwah. Tipe pertama orang yang suka memutus dan mematikan potensi kebaikan pemuda. Jika ada pemuda salah dalam agama, disalah – salahkan, tanpa ada keinginan untuk mendidik dan berharap kebaikan untuk pemuda tersebut. Mereka layaknya seperti hakim, yang menyatakan ini salah lalu menghukumi.
Orang dengan karakter tipe pertama tersebut, jika tidak hati – hati bisa seperti “wereng” pada tanaman padi. Mereka menghabat pertumbuhan, bahkan mematikan tunas muda yang hendak berbuah. Dalihnya membela kebenaran, menegakan keilmuan, tapi kebenaranya sempit dan keilmuanya tidak luas. Kalau kita punya anak, hati – hati dengan orang seperti ini, bisa jadi potensi anak kita akan layu sebelum berkembang.
Tipe kedua orang yang bisa melihat kesalahan tapi dengan kacamata ‘pendidik’ kacamata kasih sayang dan cinta. Mereka tahu kalau itu salah, tapi saking lembutnya hati dan tingginya adab, hatinya tak tega bilang salah. Kadang mereka memlih kata kurang pas guna mejaga rasa, lalu berusaha meluruskanya dengan baik agar kelak bisa berkembang lebih baik lagi. Mereka mengikat hati sebelum meluruskan, mereka memahami masalah sebelum membahasnya. Sehingga yang dinasehati bisa menerima dengan baik bahkan berterimakasih tanpa dendam tanpa kebencian.
Orang dengan karakter tipe tersebut layaknya dokter yang tahu tingkat penyakit dan tahu dosis obat. Sehingga pas dalam mengobati penyakit bahkan tanpa efek samping. Bisa juga mereka dengan tipe kedua ini seperti petani, yang tahu bibit, tanah, dan pupuk. Sehingga bisa menanam dengan subur sesuai potensi bibit tanaman dan kualitas tanaman. Jika kita menemukan orang seperti mereka ini, lekas – lekas dekatkan anak kita ke mereka, agar anak kita bisa digali potensinya, dan diarahkan untuk berkembang dan membesar, syukur bisa besar manfaatnya untuk orang banyak. Aamiin
“Sudah jangan nangis mas, saya dulu waktu muda juga banyak salahnya, Alhamdulillahnya saya bersama guru – guru dan sahabat yang lumayan berpendidikan. Jadi jika saya salah, saya dibina, salahnya dimana, sebaikanya bagaimana, dan kedepan gimana.” Semangat yah, belajar sabar. Kalau sekiranya yang ngandani kamu tidak pintar – pintar banget, rasah dimasuke ati, digawe santai wae. Biasane mereka juga tidak tahu kalau mereka tidak tahu.
Mari kita sama – sama berdoa semoga anak kita dipertemukan dengan orangtua yang baik. Orangtua yang bisa ngemong dan mendidik serta menumbuhkan orang. Aamiin
Pengasuh Pesantren
Abu Hamka